Revitalisasi Kurikulum SMK: Solusi Menghadapi Tantangan Pendidikan Vokasional
![]() |
Ilustrasi - (Foto: Dok/Ist). |
Sabda Guru, Opini- Pendidikan vokasional di Indonesia, khususnya pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), menghadapi tantangan serius dalam memastikan lulusan siap bersaing di dunia kerja. Empat masalah utama yang dihadapi SMK meliputi kurikulum yang usang, rendahnya pemahaman siswa terhadap matematika dasar teknik, kurangnya keterkaitan dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Du-Di), serta salah kaprah dalam implementasi kebijakan revitalisasi SMK.
Pertama, kurikulum SMK sering kali tidak sejalan dengan perkembangan industri. Perubahan kurikulum yang lambat menyebabkan ketidaksesuaian antara keterampilan lulusan dengan kebutuhan industri. Solusinya adalah melakukan analisis mendalam terhadap jenis pekerjaan di industri saat ini dan yang akan datang. Kementerian terkait, seperti Kementerian Perindustrian dan Ketenagakerjaan, harus berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal SMK dalam menyusun kurikulum berbasis proyeksi kebutuhan tenaga kerja.
Kedua, banyak siswa SMK kesulitan memahami matematika dasar teknik, yang merupakan fondasi utama di bidang teknologi dan rekayasa. Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning). Pendekatan ini memungkinkan siswa memahami konsep geometri melalui benda konkret di sekitar mereka, sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif menurut Bruner.
Ketiga, rendahnya keterlibatan Du-Di dalam link and match menyebabkan lulusan SMK kurang siap kerja. SMK harus menjalin koordinasi berkelanjutan dengan Du-Di untuk memastikan kurikulum selalu diperbarui sesuai kebutuhan industri. Identifikasi keterampilan yang diperlukan di masa depan, seperti pengoperasian alat-alat canggih dan pemetaan pekerjaan yang akan hilang atau muncul, menjadi langkah strategis dalam menyesuaikan kurikulum.
Keempat, implementasi kebijakan revitalisasi SMK sering kali keliru dipahami sebagai pembangunan gedung baru, padahal fokusnya seharusnya pada peningkatan sarana dan prasarana pembelajaran. Pemerintah perlu menunjuk koordinator dan pengawas pelaksanaan revitalisasi di setiap daerah untuk memastikan program ini berjalan sesuai dengan kebutuhan peningkatan kualitas lulusan.
Dengan penyelesaian masalah-masalah ini, SMK dapat menjadi lembaga vokasional yang benar-benar menghasilkan tenaga kerja siap pakai, meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia, dan memanfaatkan bonus demografi untuk pertumbuhan ekonomi nasional.
*) Penulis Daniel Jesayanto Jaya, Mahasiswa Doktoral Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Negeri Yogyakarta, Praktisi Vokasional.